Rabu, 11 Februari 2009

Asertivitas : Apa Maknanya & Haruskah menjadi Asertif?

Sabtu, 20 September 2008.

Asertivitas, merupakan salah satu bentuk dari behaviour styles, yang mengandung beberapa kata kunci, yaitu :

- mempertahankan hak-hak personal
- hak tersebut termasuk mengekspresikan pendapat, perasaan, dan kebutuhan
- berkomunikasi dengan cara langsung, terbuka, dan jujur
- tetap memperhatikan hak orang lain yang menjadi lawan bicara.

Orang yang disebut asertif berarti mampu mengekspresikan perasaan,baik positif maupun negatif, mampu menolak permintaan orang lain (termasuk di dalamnya mengatakan “TIDAK”), mampu mengajukan permintaan kepada orang lain, tapi dengan tidak menyakiti orang lain. Cara gampangnya, definisi orang asertif adalah orang yang mampu mencari solusi yang : “I’M OK, YOU’RE OK”.

Asertif harus dibedakan dari tiga behaviour style yang lain, yaitu agresif (I’M OK, YOU’RE NOT OK), pasif (I’M NOT OK, YOU’RE OK), dan pasif-agresif (I’M NOT OK, YOU’RE NOT OK). Untuk menjadi asertif, kita harus mampu memahami seni berkomunikasi.
Menurut teori dan referensi yang ada, perilaku asertif ini sifatnya positif, karena jelas mengandung win-win solution. Namun, menjadi asertif bukanlah hal yang mudah. Apalagi bila terbentur dengan beberapa faktor yang menghambat terbentuknya sikap asertif dalam diri kita. Faktor tersebut antara lain adalah :

- pola asuh orang tua yang terlalu mengontrol atau strict, sehingga anak tidak bebas mengungkapkan pendapatnya karena takut
- masalah perbedaan gender, yang membesarkan anak perempuan menjadi “good girl” (sehingga cenderung pasif), dan anak laki-laki menjadi “tough boy” (sehingga cenderung agresif)
- rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri (self-esteem), sehingga selalu merasa dirinya salah
- ketakutan untuk tidak disukai orang lain, sehingga selalu jaim alias jaga image.

Pada perbincangan Sabtu lalu, disinggung pula mengenai permasalahan budaya kita yang cenderung kurang asertif. Namun, muncul pertanyaan baru, mengapa kita harus belajar untuk menjadi asertif? Bukankah seharusnya kita menghargai budaya kita sendiri, meskipun dikatakan kurang asertif? Bukankah teori asertivitas berasal dari budaya Barat yang menganggap bahwa asertif itu merupakan hal yang positif? Lalu apakah kita harus belajar menjadi asertif? Mengapa dan bagaimana seharusnya kita asertif dengan tetap menjunjung tinggi budaya kita?

Tidak ada komentar: