Rabu, 11 Februari 2009

Diskusi Komunitas Pelangi: “Diskriminasi Gender”

Wisma PPI, Minggu, 8 Februari 2009

1. Istilah gender tidak hanya berkaitan dengan perbedaan seks (jenis kelamin) saja, akan tetapi lebih kepada identitas individu dalam memandang dirinya sendiri dan kemudian menempatkan dirinya sebagai makhluk sosial.

2. Perbedaan yang ada secara biologis tentunya merupakan akar dari perbedaan gender, akan tetapi pendikotomian gender sebenarnya merupakan hasil sosialisasi dari lingkungan sosial. Hingga usia 2 tahun, dalam teori psikologi perkembangan, seorang anak sebenarnya tidak memahami mengenai perbedaan gender itu sendiri. Setelah ia mampu mengetahui adanya perbedaan gender itu pun, seorang anak belum mampu memahami sepenuhnya bahwa gender merupakan identitas yang menetap pada individu. Sesuai dengan perkembangan kognitif anak, pada usia 4.5 sampai 5 tahun, ia baru dapat memahami hal tersebut. Hal terpenting yang perlu dipahami adalah, pada masa-masa ‘golden age’ pada perkembangan anak tersebut (usia 0-5 tahun), merupakan tugas penting bagi orang tua atau lingkungan terdekat anak sebagai agen sosialisasi gender bagi anak.

3. Oleh karena gender merupakan hasil dari sosialisasi, maka masalah perbedaan dan segala konsekuensi yang muncul karenanya merupakan konsekuensi dari nilai-nilai sosial dalam masyarakat.

4. Perbedaan dan diskriminasi gender ini diawali oleh adanya stereotyping, yang kemudian menggeneralisasikan kemampuan semua individu yang berada dalam kelompok tertentu sebagai sama (hal serupa terjadi juga pada masalah ras, etnis, dsb.).

5. Gender stereotyping menjadi pokok permasalahan. Apalagi ketika stereotype yang diberikan pada golongan tertentu bersifat negatif, sehingga merugikan individu-individu yang notabene berada dalam golongan tersebut. Padahal seharusnya, setiap individu berhak untuk dipandang dalam tataran individual dengan memperhatikan individual differences yang ada, tanpa tendensi untuk digeneralisasikan kemampuannya dengan kelompoknya. Contoh umumnya adalah ketika laki-laki dianggap lebih mampu mengerjakan pekerjaan-pekerjaan teknis, sementara perempuan dianggap terlalu lembut untuk pekerjaan seperti itu.

6. Sesuai dengan perkembangan-perkembangan yang terjadi di dunia, masalah diskriminasi gender ini berangsur-angsur mulai berkurang. Fasilitas dan akses dapat dijangkau oleh semua kalangan, baik perempuan maupun laki-laki. Kesempatan untuk mendapatkan pendidikan maupun berkarir pun telah banyak terbuka bagi siapa saja. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa kasus diskriminasi di berbagai bagian dunia.

7. Namun demikian, kaum perempuan, dalam hal ini sebagai pihak yang sering menjadi fokus dalam topik diskriminasi gender, memiliki pilihan untuk menempatkan dirinya sendiri di tengah-tengah masyarakat. Lingkungan sosial memiliki tradisi dan nilai-nilai yang dianggap pantas baik bagi laki-laki maupun perempuan. Di masa dimana akses dan fasilitas telah terbuka bagi semua kalangan, setiap individu memiliki pilihan untuk mengaktualisasikan dirinya dan mendapatkan kepuasan subjektif sebagai seorang individu.

Tidak ada komentar: